Seputar News/ Bandung – Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat menggandeng tiga instansi pemerintah provinsi dan kota, yakni Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, dan Dinas Sosial Kota Bandung. Koordinasi ini dibangun sebagai bentuk keseriusan P2TP2A dalam menangani kasus pornografi pedofil di Kota Bandung.
Hal ini dinyatakan langsung oleh Ketua P2TP2A Jawa Barat Netty Heryawan, saat ditemui di rumah dinasnya di Gedung Pakuan Bandung, Rabu (10/01/2018). Netty mengungkapkan, beberapa hal yang disampaikan telah disepakati untuk didistribusikan dalam bentuk pembagian kerja.
Untuk Dinsos Bandung, Netty minta agar dapat bekerjasama dengan para pekerja sosial dalam mengadvokasi keluarga terutama anak-anak dari pelaku. Selain itu, kata Netty, advokasi juga diperlukan bagi masyarakat sekitar agar tidak melakukan stigma negatif dan mencegah adanya tindak anarkis terhadap keluarga pelaku.
“Pasti anaknya (anak pelaku) terlantar karena ibunya dijebloskan ke bui. Jangan sampai si anak-anak mengalami masalah sosial lainnya,” tukas Netty.
“Masyarakat di lingkungan sekitar juga harus diadvokasi agar tidak melakukan stigma negatif dan tidak melakukan tindak anarkis seperti pelabelan. Justru semua harus menyadari ini adalah masalah kita bersama, dan setiap orang harus menjalankan peran masing-masing,” sambungnya.
Sedangkan kepada DP3AKB Jabar, Netty meminta untuk menjajaki panti-panti yang dimiliki oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, seperti panti-panti anak di Ciumbuleuit Bandung, di Subang dan Cileungsi Bogor, serta sekolah berbasis asrama Bina Bangsa di Lembang, guna merancang upaya membangun masa depan korban usai menjalani trauma healing dan advokasi di shelter P2TP2A. “Kan ga mungkin kita kembalikan ke rumahnya, apalagi dengan sekarang ibunya berhadapan dengan hukum,” kata Netty lugas.
Lebih lanjut, Netty mengandalkan Unit Layanan Pendidikan Khusus dari Dinas Pendidikan Jabar, yang didedikasikan bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum, anak-anak yang berada dalam wilayah konflik, serta anak-anak yang putus sekolah. Netty menilai, guna memenuhi hak pengajaran para korban, Layanan Pendidikan Khusus harus merancang desain pendidikan anak sedemikian rupa, sehingga si anak nyaman mengikuti proses belajar mengajar. Netty menjamin biaya pendidikan para korban akan menjadi tanggungan pemerintah.
“Kira-kira fasilitas yang dimiliki oleh pemprov, yang memungkinkan menjadi tempat selanjutnya setelah selesai di P2TP2A itu yang mana? Yang jelas kita ingin hak pengajaran tetap bisa kita penuhi,” ujar Netty.
Kondisi Korban Cenderung Stabil
Sejak mulai dititipkan ke kantor P2TP2A pada Sabtu (06/01) lalu, kondisi ketiga korban cenderung stabil. Mereka masih menampakkan sisi dan sifat umum anak-anak, seperti ceria, mau bercerita, juga senang bermain-main.
Netty menuturkan bahwa psikolog sudah membuat serangkaian kegiatan untuk membantu proses adaptasi korban menjadi lebih nyaman. Karenanya, Netty sangat membatasi dan meminimalisasi interaksi korban dengan rekan-rekan dari unsur birokrasi dan lainnya, kecuali bagi psikolog dan relawan di lingkungan P2TP2A.
“Saya perhatikan mereka memang sangat gembira,” pungkas Netty.
“Terakhir saya pulang (dari memantau shelter P2TP2A) hari Senin sore, mereka sedang bernyanyi sama psikolog. Ada kalimat-kalimat seperti ‘besok bangun tidur sholat ya, deal!’, ‘jangan lupa membereskan tempat tidur ya, deal!’. Jadi dibangun semacam kesepakatan, membangun keteraturan, termasuk mengenalkan konsep-konsep kebersihan diri,” katanya