Seputar News/ BANDUNG – Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) dr. M Salamun meraih akreditasi Paripurna atau Bintang Lima dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). RSAU Salamun merupakan RS TNI pertama yang terkakreditasi Paripurna dengan standar SNARS (Standar Nasional Akreditasi Rumah sakit) edisi pertama 2018.
Pemberian Sertifiat Paripurna dengan Nomor Sertifikat: KARS-SERT/11/VI/2018 yang ditetapkan di Jakarta, 10 Agustus 2018 ini diberikan oleh Sekretaris Eksekutif KARS Djoti Atmodjo kepada Kepala Staf TNI Angakatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna.
Kemudian, sertifikat diserahkan KSAU kepada Kepala RSAU dr. M Salamun Kolonel Kes. dr. Asnominanda, Sp.THT-KL dalam acara yang dirangkai dengan acara Peletakan Batu Pertama, Renovasi, dan Pengembangan Ruang Rawat Inap Kelas Tiga (tiga lantai), Peresmian Cathlab, Renovasi IGD, dan Tempat Penitipan Anak (TPA) Salamun di RSAU dr. M. Salamun, Jl. Ciumbuleuit No. 203 RT 06 RW 03 Kelurahan Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung, Jumat (24/8/18).
Menurut Pj. Gubernur Jawa Barat H. Mochamad Iriawan, dengan diraihnya Akreditasi Paripurna ini, RSAU Salamun menjadi salah satu RS rujukan di Jawa Barat. Terlebih setiap harinya RSAU Salamun menerima pasien tidak hanya dari kawasan Bandung Raya saja namun juga daerah lain di Jawa Barat.
“Keberadaan Rumah Sakit Salamun ini sangat bermanfaat besar untuk masyarakat Jawa Barat, baik masyarakat yang ada di Bandung Raya ataupun daerah lain di Jawa Barat,” ujar Iriawan dalam sambutannya di acara pemberian sertifikat ini.
“Rumah sakit ini bisa bermanfaat bagi masyarakat dalam tugas operasi militer selain perang. Ini wujudnya,” lanjutnya.
Pemda Provinsi Jawa Barat telah memberikan bantuan dana hibah untuk pengembangan RSAU Salamun. Pemberian hibah tahap pertama pada 2017 sekitar Rp 5 Miliar untuk membuat DED Gedung A dan B, serta untuk membeli alat kesehatan. Hibah tahap dua diberikan pada tahun ini sebesar Rp 18,5 Miliar untuk membangun Gedung A, yaitu gedung rawat inap Kelas Tiga (tiga lantai) yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Iriawan dan KSAU.
“Mudah-mudahan dengan terwujudnya bangunan ini, akan lebih bisa menampung lagi khususnya untuk masyarakat Bandung dan sekitarnya hingga masyarakat Jawa Barat,” tutur Iriawan.
“Karena kita lihat rumah sakit ini sudah mendapatkan Akreditasi Paripurna dimana standarnya sudah sesuai, sehingga tidak usah ragu-ragu lagi masyarakat sekitar berobat atau rawat inap di Rumah Sakit Dokter Salamun ini,” sambungnya.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna dalam sambutannya mengungkapkan, bahwa sertifikat Akreditasi Paripurna ini harus diimbangi dengan peningkatan fasilitas dan pelayanan kesehatan kepada pasien. Untuk itu, kata Yuyu, RSAU Salamun perlu mengembangkan fasilitas. Salah satunya pembangunan gedung rawat inap Kelas Tiga.
Biaya pembangunan gedung tersebut berasal dari dana hibah Pemda Provinsi Jawa Barat. “Oleh karena itu, saya atas nama institusi TNI Angkatan Udara mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Pemprov Jawa Barat,” ungkap Yuyu dalam sambutannya.
“Dengan bertambahnya kapasitas rawat inap di RSAU dokter M Salamun, saya berharap rumah sakit ini dapat menjalankan amanah pelayanan kesehatan demi kepentingan warga TNI dan masyarakat Jawa Barat,” lanjutnya.
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif KARS Djoti Atmodjo mengungkapkan, bahwa sebuah akreditasi rumah sakit yang dilakukan tidak hanya berupa dokumen. KARS mempunyai standar akreditasi bahwa survei pun menjadi bagian dari proses visitasi.
“Akreditasi itu bukan hanya dokumen, selama lima tahun itu yang terus saya dengungkan. Dan sekarang sudah menjadi standar kami di KARS bahwa survei pun harus by scenario,” tukas Djoti.
“Itu pun yang kami dapatkan pada waktu ini (RSAU Salamun) mempersiapkan akreditasi kedua. Dan beban itu pada Karumkit (Kepala Rumah Sakit) yang sekarang. Dan beliau (Karumkit) baru menjabat, bagaimana upaya yang luar biasa dari Karumkit yang baru menjabat dan teman-teman sekalian (RSAU Salamun),” tambahnya.
Selain itu, Djoti juga mengungkapkan bahwa akreditasi RS ketiga akan dilakukan Redosko. Dimana pada saat visitasi akan dilakukan konfirmasi kepada pasien tentang pelayanan yang dilakukan dokter.
“Dan nanti pada akreditasi yang ketiga, bapak/ibu akan sudah menggunakan metode yang kami sebut dengan Redosko. Bahwa semua orang harus bisa dilakukan wawancara. Dokter akan melakukan pemeriksaan. Apa hak pasien yang harus anda pahami dan saya akan konfirmasi. Redosko, “ko” adalah konfirmasi. Apakah betul bahwa semua pasien setelah dilayani mendapatkan penjelasan,” papar Djoti.
“Itulah kekurangan kita saat ini bahwa dokter sangat pelit memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya. Dan Alhamdulillah bahwa tahapan itu sudah dilalui dengan baik oleh Rumah Sakit Salamun ini,” terangnya.
800 Pasien Setiap Hari
RSAU dr. M Salamun setiap harinya rata-rata menerima pasien rawat jalan hingga 800 orang. Kepala RSAU dr. M Salamun Kolonel Kes. dr. Asnominanda mengatakan, jumlah tersebut telah melebihi kapasitas klinik rawat jalan yang merupakan gedung tua. Hal itu menjadi salah satu hambatan dalam pelayanan kesehatan RSAU Salamun.
Saat ini lebih dari 85% pasien RSAU Salamun adalah pasien BPJS, termasuk prajurit TNI PNS dan keluarganya. Dari seluruh pasien BPJS yang dilayani, lebih dari 80% adalah masyarakat umum. Di satu sisi beban pelayanan RSAU Salamun cukup besar tapi di sisi lain hasil Yanmasum yang diklaim ke BPJS sangat signifikan dalam pemberian subsidi silang pada pasien TNI, PNS, dan keluarga dalam bentuk obat-obatan, bahan habis pakai, dan jasa keperawatan tidak kurang dari Rp 100 juta per bulan untuk subsidi yang diberikan kepada pasien TNI, PNS, dan keluarganya.
“Sesuai dengan regulasi bahwa 35 persen hasil pelayanan masyarakat umum kami gunakan untuk investasi dan pemeliharaan. Dalam satu tahun terakhir banyak sarana dan alkes yang kami bangun dan lengkapi khususnya dalam memenuhi standar akreditasi,” jelas Asnominanda dalam sambutannya.
Asnominanda juga mengatakan walaupun Rumah sakit TNI, RSAU Salamun adalah bagian dari masyarakat Jawa Barat. Karena sebagian besar pasien berasal dari Jawa Barat. “Sebagai bagian dari masyarakat Jawa Barat, RSAU dokter Salamun mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dimana kami diberi dana hibah,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Asnominanda menambahkan masih ada beberapa hambatan lain dalam pelayanan kesehatan, seperti tidak lancarnya pengadaan obat-obatan karena terlambat membayar hutang kepada distributor farmasi. Hal ini terjadi karena tidak lancarnya pembayaran klaim oleh BPJS.
“Beberapa regulasi yang dikeluarkan BPJS merugikan kami, seperti regulasi tentang rujukan yang membatasi akses pasien ke RSAU Salamun, khususnya pasien TNI dan keluarga,” tukas Asnominanda.
Selain itu, beberapa alat kesehatan juga belum dimiliki RSAU Salamun dari dana Yanmasum, seperti radiologi digital, foto panoramic, alat pheco mata, dan WSG jantung. Hal ini mengurangi mutu pelayanan pada pasien. Di bidang personel juga masih ada kekurangan untuk apoteker, spesialis bedah syaraf, spesialis jantung, dan beberapa sub spesialis.(ds)*