Seputar News/
KAB. CIANJUR – Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan minta optimalkan Kampung KB Generasi ke-3 di kabupaten/kota di seluruh Jawa Barat. Kampung KB ini menjadi pusat informasi dan konsultasi keluarga.
Netty menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber di acara Temu Penyuluh Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dari kota/kabupaten se-Jawa Barat di Hotel Ciloto Indah Permai, Kampung Jemprak, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Kamis (19/4/18).
“Saya ingin Kampung KB Generasi Tiga ini menjadi embrio dari kabupaten/kota layak anak,” pinta Netty usai acara.
Kampung KB Generasi ke-3, lanjut Netty bisa menjadi cikal bakal implementasi kabupaten/kota layak anak. Lingkungan terkecil dari masyarakat adalah keluarga. Dari sisi kelembagaan, hal tersebut bisa dimulai dari lingkungan paling dekat dengan masyarakat, yaitu RT/RW/Desa/Kelurahan.
Kampung KB diharapkan tidak hanya menjalankan tupoksi BKKBN. Lebih jauh, mampu meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi, menambah jumlah akseptor (pengguna alat kontrasepsi), dan mengurangi kesenjangan unmet need.
“Kampung KB ini program nasional. Kampung KB ini diberi nilai tambah jadi Kampung KB Generasi ketiga,” ujar Netty.
“Jadi, bukan hanya kemudian menjalankan tugas-tugas yang terkait dengan tupoksi BKKBN, seperti meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi, menambah jumlah akseptor. Termasuk juga bagaimana mengurangi kesenjangan unmet need. Kita berusaha mengintegrasikan semua layanan ada di Kampung KB,” lanjutnya.
Unmet need adalah kondisi dimana keinginan pasangan usia subur (PUS) terhadap suatu jenis alat kontrasepsi yang tidak tersedia, sehingga mereka mengambil keputusan tidak menggunakan alat atau metode kontrasepsi.
Netty menambahkan, Kampung KB juga diharapkan bisa melakukan pemberdayaan ekonomi. Hingga menjadi pusat informasi yang mampu mengadvokasi perlingungan perempuan dan anak, juga kasus-kasus, seperti traficking, KDRT, pornografi, dan napza yang menjadi masalah utama kependudukan saat ini. Selain itu, Kampung KB juga menjadi tempat konsultasi keluarga atau parenting.
“Kasus-kasus ini kita tidak menunggu jatuh korban. Tapi kampung KB ini harus punya pusat informasi dan kosultasi keluarga, dan membangun social awareness secara sistemik. Jadi, kalau ada kasus, Pak RT/RW, kepala Desa/Lurah, dan tokoh agama sudah menyatu untuk bisa memberikan layanan atau bantuan kepada anggota masyarakat,” tutur Netty.
Temu Penyuluh KKBPK kota/kabupaten se-Jawa Barat ini dihadiri 339 Tim Penggerak Desa (TPD), 365 PKB/PLKB (Penyuluh Keluarga Berencana/Petugas Lapangan Keluarga Berecana), dan 12 pendamping dari Wilayah I (Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur).
Pada kesempatan ini, Netty berpesan kepada para penyuluh harus memiliki pengetahuan/wawasan, kemampuan komunikasi yang baik, serta stamina yang kuat. Apalagi Jawa Barat memiliki luas dan jumlah penduduk yang besar.
“Saya meminta kepada BKKBN mencoret penyuluh yang tidak bisa memberikan contoh atau teladan bagi masyarakat. Penyuluh harus menjadi problem solver bukan problem maker,” tegas Netty dalam paparannya.
Penyuluh merupakan petugas lini lapangan yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Masyarakat diharapkan akan mendapat manfaat dengan adanya para penyuluh. Mereka sebagian besar adalah Tim Penggerak Desa (TPD) yang direkrut secara khusus oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Kemudian diberikan pengetahuan dan peningkatan kapasitas oleh BKKBN.
Untuk itu, penyuluh perlu strategi dalam menangani berbagai masalah kependudukan yang ada, diantaranya:
1. Pengendalian kuantitas penduduk, melalui peningkatan penggunaan alat kontrasepsi, penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), menambah jumlah akseptor, menjaga atau merawat pasingan usia subur yang sudang menjadi akseptor. Termasuk mengurangi unmet need, dan menambah sentra kegiatan masyarakat yang berkaitan langsung dengan BKKBN.
2. Peningkatan kualitas penduduk, melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman lengkap tentang kesehatan, menjaga anggota keluarga dari pengaruh negatif teknologi, literasi media, konsep diri, dan menjaga kesehatan reproduksi.
3. Pembangunan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, melalui upaya edukasi dan advokasi kasu yang terjadi di keluarga seperti kasus kekerasan fisik ataupun psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran.