by

KPK Dorong Pemprov Jabar Lakukan Penagihan Pajak Air Permukaan

Seputarnews.com /BANDUNG- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) melakukan penagihan Pajak Air Permukaan (PAP) kepada pelaku usaha sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini disampaikan pada saat rapat koordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR dan Pemprov Jawa Barat secara daring pada Kamis, 16/-2021.

“Kami ingin memastikan apa yang menjadi hak dari Pemprov Jawa Barat dan apa yang menjadi kewajiban para pelaku usaha yang sudah mengambil manfaat air permukaan, semua ditunaikan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Ketua Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi (KPK) Wilayah II KPK Dwi Aprillia Linda Astuti.

Kepala Bapenda Provinsi Jawa Barat Hening Widiatmoko menyampaikan Pemprov Jawa Barat mengalami kesulitan dalam memungut PAP. Salah satu sebabnya karena ada peralihan pemungutan yang awalnya di daerah ke Provinsi terutama masalah perizinan yang tidak lagi dikeluarkan oleh Dinas SDA.

“Aturan yang berlaku saat ini jika tidak ada Surat Izin Pemanfaatan/Pengusahaan Air Tanah (SIPA) dari KemenPUPR. Hal ini berimbas pada pendapatan. Padahal banyak sekali potensi yang dapat dipungut dari perusahaan, tetapi karena belum memiliki SIPA maka tidak berani diterbitkan Nilai Perolehan Air (NPA) sebagai dasar penagihan pembayaran pajak,” terang Widi.

PAP, lanjut Widi, merupakan satu dari lima pajak Provinsi. Selain itu ada Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta Pajak Rokok. Khusus untuk Pajak Rokok menjadi kewenangan Kementerian Pusat.

Dari 5 aliran sungai, ada 2 yang diserahkan untuk dikelola di provinsi yaitu daerah aliran sungai Cisadea-Cibareno dan Ciwulan-Cilaki. Ada di UPTD Dinas SDA Jawa Barat. Selebihnya dikelola UPT KemenPUPR. Widi memaparkan di seluruh wilayah aliran sungai, per Desember 2020 terdapat 774 Wajib Pajak (WP).

Baca juga:  Komisi V DPRD Jabar Sebut Puskesos Desa Margakaya Sebagai Percontohan di Jabar

Lebih lanjut Widi memaparkan bahwa dari 774 WP, sebanyak 629 aktif, 110 pasif, dan 35 tidak beroperasi. Dari 774 WP tersebut, sebanyak 528 sudah terbit NPA dan 246 tidak terbit NPA. Dari 246 yang tidak terbit NPA, sebanyak 63 tidak memiliki izin, 96 habis masa izin, 33 tidak beroperasi/alih pemilik, 5 tidak lagi memanfaatkan air permukaan, dan 49 tengah proses cek lapangan.

Dari 774 WP yang tersebar di 34 UPTD Provinsi Jawa Barat, potensi PAP ada di wilayah Rancaekek sebanyak 73 WP, Cibinong 63 WP dan Kab Sukabumi I Cibadak 56 WP.

Widi memaparkan realisasi PAP sejak 2006 hingga 2020 yang rata-rata cukup baik yaitu antara 93 persen hingga 124 persen. Sedangkan untuk tahun 2021, realisasi baru 10 persen dengan target sebesar Rp340 Miliar. Besaran target ini 7 kali lipat dari rata-rata tahun sebelumnya.

Kendala yang kerap kali yang dihadapi Pemprov Jawa Barat dalam memungut PAP, menurut Widi, yaitu adanya keberatan bahkan penolakan dari WP terutama karena kenaikan kewajiban yang signifikan akibat pemberlakuan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Penghitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan.

Beberapa PDAM, kata Widi, mengajukan keberatan terkait faktor kualitas air di Jawa Barat yang ditetapkan ke dalam kriteria mutu kelas II (90%) yang mengacu pada pasal 55 PP No.82 Tahun 2001, karena di Jawa Barat belum ada ketetapan mutu air yang perlu dilakukan oleh pihak independen.

Selain perizinan, jelas Widi, juga terdapat masalah negosiasi dengan Perum Jasa Tirta (PJT) II pengelola Jatiluhur. Ada tagihan yang harusnya dapat diterima Rp18,7 Miliar. Sudah dibayarkan sekitar Rp2 Miliar, tinggal sisanya Rp16 Miliar. Pemungutan terkendala beberapa hal yang menjadi bahasan di forum dan ada juga surat permintaan keringanan yang belum dijawab karena terkait landasan hukum.

Baca juga:  Pesan Atalia ke Jabar Bergerak Zillenial: Tebar Benih Kebaikan

Kepala Dinas SDA Yossy Desra meminta masukan terkait NPA yang prinsipnya taat aturan. Ia menganggap NPA sangat penting. Karena kalau tidak ada izin kemudian Dinas SDA menerbitkan NPA potensi menjadi temuan. Tetapi di lain pihak, katanya, kalau tidak terbitkan NPA, Pemprov kehilangan potensi pajak.

Inspektur Provinsi Jawa Barat Eni Rohyani sudah pernah menyampaikan rekomendasi dalam LHP terdahulu kepada Pemprov Jawa Barat agar tidak mengaitkan pemberian izin sebagai syarat penerbitan NPA atau untuk menetapkan PAP. Bapenda harus tetap melaksanakan pemungutan termasuk juga kepada pelaku usaha yang tidak memiliki SIPA.

Selaras dengan Eni, Direktur Pendapatan Daerah Kemendagri Hendriwan menyampaikan bahwa hampir seluruh daerah selalu mengaitkan pungutan pajak dengan perizinan.

“Kami sepakat dengan Bu Inspektur bahwa rezim pajak dengan perizinan itu berbeda. Badan usaha wajib pajak, ambil. Kalau secara ketentuan harus mendapat izin, ya berikan. Jika tidak ada izin tapi mengambil manfaat, tindak,” tegas Hendriwan.

Sedangkan Kepala Subdirektorat Pengembangan Potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Fadliya menyampaikan selama terpenuhinya persyaratan subyektif dan obyektif pajak, pemungutan dapat dilakukan.

“Apabila telah terdapat perbuatan hukum mengambil/memanfaatkan air permukaan di sumbernya oleh WP, maka terutang PAP tanpa melihat ada/tidaknya izin,” kata Fadliya.

Asdatun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Wahyudi menyampaikan bahwa lahirnya kewajiban pelaku usaha sejak dia menggunakan air, jika tidak, terdapat ancaman pidana. Datun dapat melakukan penegakan hukum tetapi harus ada permohonan dari yang membutuhkan.

“Tindakan juga perlu didahului dengan keputusan pengadilan bahwa pihak tertentu memang salah sehingga badan usaha dapat diupayakan pembubaran manakala memang terbukti melakukan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi dirinya berharap itu opsi terakhir mengingat berbagai macam kepentingan yang perlu dipertimbangkan,” ujar Wahyudi.

Baca juga:  Virus Korona, Sepertinya Akan Menghancurkan Kinerja Pemerintahan Baik Pusat Maupun Daerah

Menutup kegiatan, berdasarkan masukan berbagai pihak, KPK merekomendasikan untuk tetap dilakukan penetapan dan penagihan pajak sesuai mekanisme yang berlaku. KPK sepakat dengan saran Kemendagri untuk dibentuk tim, mengumpulkan data perusahaan yang sudah memanfaatkan PAP dan melakukan kunjungan lapangan ke beberapa pelaku usaha.