Seputarnews.com/ Peta Badan Informasi Geospasial Jadi Acuan Pengambilan Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pemanfaatan peta atau informasi geospasial sangat penting dalam pengambilan kebijakan pemanfaatan ruang. Ketua Pansus VII DPRD Jawa Barat Herlas Juniar mengatakan dalam pembahasan raperda perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029, pihaknya memerlukan peta sebagai pedoman.
“Peta dari Badan Informasi Geospasial (BIG) ini tentunya menjadi acuan yang kita harapkan dapat menjawab berbagai persoalan karena dengan peta dari BIG ini kita mendapatkan gambaran yang utuh bagaimana pola dan tata ruang dalam raperda yang kita susun”, ujar
Herlas saat Kunjungan Kerja Pimpinan dan Anggota Pansus VII DPRD Jawa Barat ke Badan Informasi Geospasial, Senin 22/7/2019.
Herlas menambahkan selain peta eksisting, ada beberapa persoalan yang juga mencuat yakni persoalan abrasi dan tanah timbul yang tentu mempengaruhi peta yang sebelumnya.
“Karena memang acuan kita dari sini, peta terbaru yang kita dapatkan sebagai upaya penyempurnaan dari Raperda RTRW yang sedang disusun. Mudah-mudahan datanya akurat sehingga ada kecocokan dengan apa yang selama ini kita bahas dalam pembahasan raperda, terang Herlas.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Pansus VII DPRD Jabar Daddy Rochanadi yang mengatakan Pansus VII sengaja datang ke Badan Informasi Geospasial untuk menyinkronkan peta. “Karena salah satu syarat dalam Perda RTRW itu terlampir juga peta, jadi Pansus VII ingin memastikan bahwa peta dasar sudah dimiliki, ucap Daddy.
Daddy menambahkan hal lain yang sangat penting bagi Pansus VII yakni kepastian terkait kondisi eksisting tanah timbul yang ada di Jawa Barat.
“Ini kan juga berpengaruh pada luas wilayah dimasing – masing kabupaten kota yang berpengaruh pada perencanaan tata ruang mereka yang juga harus mengakomodir perdaRTRW ditingkat provinsi”, jelas Daddy.
Setelah memperoleh peta yang jauh lebih detil dari BIG, Daddy menekankan Pansus VII akan segera menyinkronkan dengan data yang ada. “Misalnya data dari BIG yang ternyata berbeda dengan data dari kehutanan. Di kehutanan masih hijau di sini sudah ada bolong atau
dianggapnya menjadi laut, Sinkronisasi seperti ini akan dilakukan di pansus, tutup Daddy.
“Memang betul data statistik dapat menyajikan suatu informasi tentang kuantitas tetapi tentang sebarannya, lokasinya itu juga sangat penting sehingga diperlukan informasi
geospasial”, ujar Mulyanto.
Mulyanto berharap Pansus VII bukan hanya mengawal materi substansi tetapi juga informasi petanya agar ada kesesuaian antara substansi draft perda dengan petanya. ” Contoh kalau seandainya didalam perda disampaikan tentang sempadan sungai, maka harus tergambar
didalam petanya. Harapan kami dalam selembar peta maka siapapun dapat melihat secara utuh tentang perencanaan suatu wilayah”, tambah Mulyanto.
Terkait tanah timbul dan abrasi Mulyanto menekankan pihaknya memiliki data terakhir bebmberapa lokasi yang dikatakan sebagai tanah timbul dan abrasi. Namun begitu pihaknya
hanya menyajikan data saja. “Kebijakan sepenuhnya ada pada Peraturan – peraturan daerah.Tata ruang ini disusun dalam rangka menciptakan ruang hidup yang nyaman, aman dan produktif jadi bila ada persoalan terkait tanah timbul diserahkan kepada daerah untuk bisa menyelesaikan hal tersebut”, tutup Mulyanto.