Seputar News/ BANDUNG – Untuk mencegah tindakan penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) RI menandatangani MoU dalam rangka pengembangan e-Katalog atau Online Shop Barang dan Jasa daerah.
Penjabat Gubernur Jawa Barat H. Mochamad Iriawan bersama Kepala LKPP Agus Prabowo menandatangani langsung MoU tersebut dalam acara Sosialisasi Katalog Daerah di Trans Luxury Hotel, Jl. Gatot Subroto No. 289, Kota Bandung, Kamis (5/7/18).
Menurut Iriawan, e-Katalog merupakan terobosan dalam sistem pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah. Terlebih hal ini bisa mencegah adanya tindakan penyimpangan seperti tindak pidana korupsi.
“Pengadaan barang dan jasa sekarang itu harus jelas, dan barang-barang yang dipasarkan juga harus unggulan. Terobosan ini (e-Katalog) penting dan harus diikuti oleh seluruhnya (perangkat daerah Jabar),” ujar Iriawan dalam sambutannya.
“E-Katalog ini juga penting sekali untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan, memang tidak semua (barang dan jasa) masuk dalam e-Katalog,” lanjutnya.
Melalui e-Katalog ini, Jawa Barat juga bisa mempromosikan barang dan jasa yang dihasilkan ke daerah lain. “Dengan harapan semua produk-produk yang ada di kita (Jawa Barat) akan masuk dalam katalog yang ada, sehingga akan terkoneksi, seperti produk unggulan Jawa Barat bisa masuk ke katalog yang ada, kemudian bisa diambil (dibeli) provinsi lain. Demikian berputar terus, jadi seperti simbiosis mutualisme, ” papar Iriawan.
Di tempat yang sama, Kepala LKPP Agus Prabowo mengungkapkan bahwa e-Katalog ini seperti Online Shop. Di e-Katalog akan tertera jelas barang, merk, spesifikasi, hingga harga produk yang dipasarkan.
“Tapi isinya barang-barang yang dibutuhkan oleh pemerintah, baik pusat, daerah, atau sektor lainnya,” tutur Agus ditemui usai acara pembukaan Sosialisasi Katalog Daerah.
Dengan adanya MoU ini, nantinya LKPP akan ikut memasarkan produk barang dan jasa dari Jawa Barat. Kerjasama ini juga sebelumnya sudah dilakukan oleh LKPP bersama delapan pemda lain di Indonesia.
“Jadi, melalui e-Katalog ini produk-produk Jawa Barat dipasarkan oleh LKPP supaya dibeli oleh pembeli dari seluruh Indonesia, maupun oleh Pemda Jawa Barat sendiri,” kata Agus.
Agus meyakini e-Katalog ini bisa mengurangi tindak pindana korupsi dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah. “Apakah ini (e-Katalog) akan mengurangi korupsi? Pasti, karena semua dilakukan secara transparan. Seperti online shop-lah, kita beli barang akan tahu berapa harganya, seperti apa barangnya, kapan barang bisa diterima, kapan dikirim, bagaimana cara pembayarannya,” tukas Agus.
“Jadi, itu otomatis mengurangi hambatan-hambatan yang sebelumnya ada di tender. Zaman dulu semua harus tender, beli alat berat harus tender, tidak boleh menyebut merk. Tapi sekarang tinggal klik saja, jadi otomatis mengurangi potensi korupsi,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Unit Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan (Korsupgah) KPK Asep Rahmat Suwanda yang turut hadir pada sosialisasi tersebut, menyatakan harapannya agar Jawa Barat bisa segera menerapkan e-Katalog Daerah ini.
Jawa Barat akan bisa menjadi contoh dalam penerapan e-Katalog. Karena, kata Asep, sebelumnya sistem aplikasi e-Samsat, SKP Online, dan perizinan asal Jawa Barat telah berhasil direplikasi oleh daerah lain di Indonesia.
“Jawa Barat sudah memberikan kontribusi yang banyak untuk Indonesia. Untuk pengadaan barang dan jasa, kami mengharapkan sekali — walaupun tadi ada beberapa daerah lebih dahulu menerapkan e-Katalog lokal, tetapi saya yakin Provinsi Jawa Barat akan mampu mengakselerasi lebih cepat dan memperbanyak produk yang diberikan untuk contoh katalog lokal ini dan ini juga bisa direplikasi ke daerah lain,” harap Asep dalam sambutannya.
Lebih lanjut, Asep menuturkan ada delapan area yang menjadi fokus KPK dalam bidang pencegahan. Salah satunya yaitu pengadaan barang dan jasa, di samping pengelolaan APBD, perizinan, pendapatan, pengelolaan aset, pengelolaan dana desa, serta sektor strategis lainnya.
“Komposisi belanja modal barang dan jasa ini 24 persen dari total APBD. Di satu sisi ini sumber daya luar biasa untuk memajukan kesejahteraan rakyat, tapi di sisi lain kita harus hati-hati,” pinta Asep.
Asep mencontohkan kasus OTT (Operasi Tangkap Tangan) di salah satu provinsi yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu. Hal itu terjadi, karena salah satunya masih dimungkinkannya praktek-praktek ijon. Sebenarnya penyimpangan tersebut bisa diminimalkan apabila ada kesepakatan dari semua pemangku kepentingan secara konsisten agar bisa memerangi praktek tersebut.
“Banyak tentu orang yang akan tergoda mengambil keuntungan secara tidak pantas dari angka 24 persen APBD itu. Dengan segala cara, karena ada yang namanya iming-iming, dan adanya ancaman,” tutur Asep.
“Maka dari itu para pelaku barang dan jasa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan kita, kita akan pastikan mempunyai: pertama, adalah sistem atau komitmen yang kuat untuk sama-sama menjaga tata kelolanya; kedua, sistemnya kita perbaiki; dan yang ketiga; integritas,” pungkasnya.