Seputarnews.com/BANDUNG- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat gelar rapat paripurna, Fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat menyetujui lima rancangan peraturan daerah (raperda) yang diusulkan Gubernur Jawa Barat menjadi peraturan daerah. Namun, DPRD berikan catatan terhadap usulan raperda tersebut. Sebelum ditetapkan menjadi peraturan daerah, usulan tersebut kemudian akan dibahas dalam panitia khusus DPRD Jawa Barat.
Demikian dibacakan Jajang Rohana dari Fraksi PKS Jawa Barat termasuk mewakili semua fraksi di DPRD Jawa Barat dalam sidang paripurna mengenai pandangan umum fraksi DPRD tentang usulan raperda usulan Gubernur Jawa Barat, di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, jl Diponegoro Bandung, Senin 18 Mei 2020.
Lima usulan raperda yang diusulkan itu, yakni Raperda Penyelenggaraan Perlindungan Anak, Raperda Penyelenggaraan Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian, Raperda Penyelenggaraan Perkebunan, Raperda Perlindungan Pekerja Migran asal Jawa Barat, serta Raperda Pengembangan Pesantren.
Meski menyatakan persetujuannya mengenai usulan raperda tersebut, semua fraksi memberikan catatan dan pertanyaan kepada Gubernur Jawa Barat terhadap beberapa isi di masing-masing raperda tersebut. Berdasarkan agenda rapat paripurna, jawaban atas pandangan umum fraksi terhadap usulan raperda itu diagendakan akan dijawab Gubernur Jawa Barat,Ridwan Kamil pada 8 Juni 2020.
“Seluruh Fraksi menyatakan persetujuannya terhadap lima raperda yang diusulkan Gubernur Jawa Barat untuk kemudian dibahas dalam pansus (panitia khusus). Adapun catatan dan pertanyaan kami, menjadi salah satu pokok bahasan dalam pansus tersebut,” ujar Jajang saat membacakan pandangan umum fraksi.
Beberapa catatan yang disampaikan itu di antaranya tidak dimasukkannya unsur kebudayaan lokal Jawa Barat atau budaya berbasiskan keagamaan dalam raperda perlindungan anak. Akibatnya, lanjut Jajang, raperda yang disusun masih kering akan nuansa lokal dan nilai-nilai religius serta dalam raperda itu banyaknya pendelegasian pengaturan dalam peraturan Gubernu Jawa Barat di raperda tersebut.
Selain itu, dalam raperda penyelenggaraan komunikasi, semua fraksi Jawa Barat memberi catatan mengenai adanya pemberian kewenangan kepada Gubernur yang dapat membentuk kelembagaan non-struktural pengelola layanan informasi publik secara elektronik.
“Apa urgensi dan kualifikasi dibentuknya lembaga non-struktural itu?Ini bisa memberi diskresi yang besar kepada Gubernur Jabar. Selanjutnya mengenai fungsi pengelolaan opini dan aspirasi publik yang diatur dalam pasal 10 di raperda itu. Apakah dalam rangka perbaikan pengawasan pemerintahan atau dalam rangka upaya membungkam beberapa hal yang tidak dijelaskan dalam raperda itu,” tutur dia.
Catatan lainnya mengenai raperda perlindungan pekerja imigran. Jajang mengatakan, dalam raperda ini mengenai kesiapan fasilitas peningkatan kualitas dan kompetensi pekerja imigran asal Jawa Barat. Sehingga pekerja imigran ini memiliki kualifikasi pendidikan dan keterampilan khusus sehingga bisa menempati posisi yang baik dan layak di negara tujuan. “Catatan lainnya mengenai kesiapan perangkat daerah dalam hal perlindungan pekerja imigran” ucap dia.
Terkait raperda penyelenggaraan perkebunan, Jajang memaparkan, mengenai cara dan upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam melindungi lahan perkebunan tidak terjadi alih fungsi lahan. Termasuk kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengenai kejayaan perkebunan di Jawa Barat menjadi komoditi ekspor.
“Terkait raperda penyelenggaraan pesantren, ada beberapa catatan yang kami soroti. Di antaranya, model penyelenggaraan pesantren yang dilakukan hanya lima tahunan. Selain itu mengenai bantuan pesantren yang inklusif, berkeadilan, dan tidak memihak kepada kelompok pesantren tertentu. Dalam raperda ini tidak menunjukan sisi tersebut, sehingga sangat mungkin akan menjadi kebijakan yang pro terhadap salah satu pesantren saja,” katanya.