Seputarnews.com/
Oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat
Dan Kiki Zakiyah
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Indramayu
Indramayu merupakan lumbung padi nasional. Predikat tersebut layak disandang kabupaten yang lebih dikenal dengan julukan Bumi Wiralodra itu. Hal itu tentu tidak lepas dari produksi berasnya yang memang melimpah.
Betapa tidak, kabupaten yang letaknya di wilayah pantai utara (pantura) Pulau Jawa itu menghasilkan gabah berlimpah setiap tahun.
Pada tahun 2021 Indramayu mendapat peringkat pertama nasional sebagai daerah dengan produksi tertinggi yaitu 1,76 juta ton gabah kering panen (GKP). Jumlah itu setara dengan 1,45 juta ton gabah kering giling (GKG). Pada tahun 2022 produksi Indramayu mencapai 1,79 juta ton GKP, setara dengan 1,49 juta ton GKG.
Selanjutnya, pada tahun 2023 Indramayu masih tetap peringkat tertinggi tingkat nasional. Padahal pada tahun tersebut terjadi fenomena el-nino yang menyebabkan kemarau lebih panjang dari biasanya. Pada tahun 2023 produksi gabah Indramayu sebesar 1,67 juta ton GKP, setara 1,37 juta ton GKG.
Pada tahun 2024 Indramayu juga bisa dipastikan akan kembali menjadi juara nasional. Hal itu ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil panen di beberapa desa atau kecamatan. Misalnya, di Kecamatan Jatibarang. Hasil yang didapat di Desa Jatisawit Lor meningkat dari 6 ton per hetare menjadi sekitar 13 ton per hektare.
Di Desa Jatisawit diterapkan penggunaan pupuk organik cair (POC). Di bawah binaan Gapoktan Sri Makmur, diujicobakan pada lahan seluas 103 hektare, tersebar di beberapa titik. Sekali lagi, hasilnya sungguh mencengangkan.
Sesungguhnya Indramayu semula ditarget 1.000 hektare lahan padi organik. Namun, dengan berbagai situasi yang cukup mendukung, angkanya kemudian digerek menjadi sekitar 2.000 haktare. Angka tersebut sangat memungkinkan mengingat lahan pertanian berkelanjutan di Indramayu seluas 84.000 hektare.
Angka-angka tersebut memang bukan rekaan. Tidak mengherankan jika Indramayu menjadi satu-satunya kabupaten yang diberi pilot project dari 27 kabupaten kota di Jabar. Di seluruh Indonesia semua tersebar hanya di 10 provinsi.
Penerapan penggunaan POC juga tidak terlepas dari bantuan Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Jabar. BSIP turut mengawal implementasi penggunaan POC. Penggunaan POC memang tidak bisa dilakukan di semua lahan sawah secara serta-merta. Biasanya petani akan mempertanyakan kisah sukses yang bisa dijadikan rujukan.
Indramayu memang masih menjadi kabupaten yang mesti mendapat perhatian khusus. Betapa tidak. Lumbung padi nasional itu ternyata menyisakan banyak PR untuk para kepala daerah, baik bupati/waki bupati Indramayu maupun gubernur/wakil gubernur Jabar hasil pemilihan kepala daerah serentak pada 27 November lalu.
Indramayu masih berada di posisi 5 terbawah dari 27 kabupaten/kota dalam hal capaian IPM. Dengan raihan IPM 70,19 poin pada tahun 2023, Indramayu berada di peringkat 5 se-Jabar. IPM Provinsi Jabar sendiri adalah 74,43 poin. IPM Jabar terebut berada di peringkat 6 nasional yang 74,20 poin.
Salah satu unsur IPM adalah indeks pendidikan. Didalamnya ada rata-rata lama sekolah (RLS). Dengan RLS sebesar 7,50 tahun, Indramayu berada di peringkat 25 se-Jabar. RLS Jabar adalah 9,12 tahun. Artinya, anak-anak Jabar secara keseluruhan bersekolah hingga kelas 1 SMA, sedangkan anak Indramayu baru sekolah hingga kelas 2 SMP lalu terputus.
Kemiskinan juga masih menggelayut. penduduk miskin (PPM) Indramayu pada tahun 2023 adalah 12,13 %. Angka tersebut menempatkan Indramayu pada posisi terakhir dari 27 kabupaten/kota. PPM Jabar sendiri hinga Juli 2024 adalah 7,07% secara nasional berada di peringkat 8. Angka PPM Indonesia adalah 7,09%.
Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) Kabupaten Indramayu hingga November 2024, adalah 6,25%. Dengan angka TPT seperti itu, Indramayu di Jabar menempati peringkat 20. Provinsi Jabar sendiri dengan TPT 6,75% berada di posisi paling akhir secara nasional yang TPT-nya 4,91%.
Karena Indramayu menjadi lumbung padi nasional, petani memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu nilai tukar petani (NTP) tentu harus ditingkatkan. Jika NTP meningkat secara signifikan, pasti dampaknya akan sangat positif untuk kesejahteraan petani.
Faktanya, petani kerap kali pada kondisi ironis. Indramayu menjadi contoh nyata tentang hal itu. Betapa tidak, kabupaten yang menjadi lumbung padi nasional itu memiliki persentase penduduk miskin terbesar di Jabar. TPT pun tidak bisa dibanggakan dengan peringkat 20 dari 27 kabupaten/kota se-Jabar. NTP Nasional hingga akhir 2023 adalah 118,27%. NTP Jabar 113,97%.
Jadi, sekali lagi, masih ada sederet pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh Lucky Hakim sebagai Bupati Indramayu terpilih. Hal itu juga menjadi PR untuk Kang Dedi Muyadi (KDM) yang menjadi Gubernur Jabar terpilih.
Sesungguhnya, andai saja semua pekerjaan digarap secara bersama-sama, pasti beban dari judul tulisan ini akan menjadi lebih ringan. Dibutuhkan sinergitas banyak pihak. Sayangnya, membangun sinergitas antara pusat-provinsi-kabupaten/kota saja tidaklah semudah membalik telapak tangan. Belum lagi jika kita berharap ada peran serta dari pihak-pihak lain.
Mari kita tunggu bersama hal itu terwujud pasca pelantikan mereka pada Februari 2025 mendatang.